Archive for September 2012
SINDROM
KORONER AKUT
A. DEFINISI
Sindrom koroner
akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa
tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA
terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang
disertai elevasi segmen ST. Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi
ST. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner.
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang
biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan
pembuluh darah koroner yang terdiri dari infark miokard akut dengan gambaran
elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI),
infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan angina pektoris
tidak stabil (APTS). Penyakit ini timbul akibat tersumbatnya pembuluh darah
koroner yang melayani otot-otot jantung oleh atherosclerosis yang terbentuk
dari secara progresif dari masa kanak-kanak.
B. ETIOLOGI
1.
Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi
miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang
ada pada plak aterosklerosis yang rupture dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari
plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab
keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2.
Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik,
yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen
arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat adanya disfungsi
endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi
abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke
tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau trombus.
Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau
dengan stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).
4.
Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat
adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi,
yang mungkin menyebabkan
penyempitan arteri, destabilisasi
plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak
meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan
penipisan dan ruptur
plak, sehingga selanjutnya dapat
mengakibatkan SKA.
5.Faktor
atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang
merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada
pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri koroner yang
mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina
stabil yang kronik.
SKA jenis ini antara lain karena :
a)
Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosiso Berkurangnya aliran darah koroner,
b)
berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan
hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri
sendiri dan banyakterjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita
mempunyai lebihdari satu penyebab dan saling terkait.
C. `KLASIFIKASI
1. Angina
Pektoris Tidak Stabil
Angina
Pectoris atau disebut juga angin duduk adalah penyakit jantung iskemik
didefinisikan sebagai berkurangnya pasokan oksigen dan menurunnya aliran darah
ke dalam miokardium.
Gangguan
tersebut karena suplai oksigen yang turun (adanya aterosklerosis koroner atau
spasme arteria koroner) atau kebutuhan oksigen yang meningkat. Sebagai
manifestasi keadaan tersebut akan timbul Angina pektoris yang pada akhirnya
dapat berkembang menjadi infark miokard.
Angina
pektoris dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Angina
klasik (stabil)
Angina
klasik biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas fisik.
2. Angina
varian
Angina
varian biasa terjadi di pagi hari.
3. Angina tidak stabil
Angina
tidak stabil tidak dapat diprediksi waktu kejadiannya, dapat terjadi saat
istirahat dan bisa terjadi saat melakukan kegiatan fisik.
2. NSTEMI
(Non-ST Elevation Myocardial Infarction)
Pada
beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko tinggi untuk terjadinya
kemacetan pembuluh darah koroner, yang dapat menyebabkan kerusakan myocardium yang
lebih luas dan aritmia yang dapat menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya
kemacetan dapat terjadi pada beberapa jam pertama dan menghilang dalam seiring
dengan waktu.
3. STEMI(ST
Elevation Myocardial Infarction)
STEMI tejadi karena sumbatan yang komplit
pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan dapat menyebabkan
kerusakan myocardium yang lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi
untuk mengalami fibrilasi ventrikel atau takikardi yang dapat menyebakan
kematian. Bantuan medis harus segera dilakukan.
Berdasarkan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut
(SKA) menurut Braunwald (1993) adalah:
a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan
progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat
ringan, terjadi >2 kali per hari.
b.Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam
sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
D. PATOFISIOLOGI
Sindrom
Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi
kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner
yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid
dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque
disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan
(tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor
VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab
terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan
agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase
acute thrombosis. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T
limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta
trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap
destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi
prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit
sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan
peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut
(IMA) dan mempunyai nilai prognostic.
Jika
mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya
plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit
oksida (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap
dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok,
hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat
dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan
P450-monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang
poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui
pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding
pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah
terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan dekat
lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor
konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin
H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Nitrit
Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi
leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.
Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan
kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan
luasnya infark.
Disrupsi plak dapat
terjadi karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi
inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.
Adapun mulai terjadinya
sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni :
a. aktivitas/ latihan
fisik yang berlebihan (tak terkondisikan),
b.stress emosi,
terkejut,
c. udara dingin.
d. Keadaan-keadaan
tersebut berhubungan dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan
darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung
meningkat, dan aliran koroner juga meningkat.
Sehingga dari mekanisme
inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi.
E. TANDA
& GEJALA
1.
Angina
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada substernal atau prekordial yang bisa memancar kelengan kiri atau tulang belikat, leher dan rahang.
- Rasa nyeri setelah mengerahkan usaha fisik, meluapkan kegembiraan emosional, terpapar dingin atau makan dalam jumlah besar.
2. MI (myocardial infarction)
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang sangat terasa dan menetap ditengah dada dan berlangsung selama beberapa menit (biasanya lebih dari 15 menit)
- Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di punggung diantara tulang belikat
- Pening dan kemudian pingsan
- Berkeringat
- Mual
- Sesak napas
- Keresahan atau firasat terhadap malapetaka yang akan datang.
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada substernal atau prekordial yang bisa memancar kelengan kiri atau tulang belikat, leher dan rahang.
- Rasa nyeri setelah mengerahkan usaha fisik, meluapkan kegembiraan emosional, terpapar dingin atau makan dalam jumlah besar.
2. MI (myocardial infarction)
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang sangat terasa dan menetap ditengah dada dan berlangsung selama beberapa menit (biasanya lebih dari 15 menit)
- Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di punggung diantara tulang belikat
- Pening dan kemudian pingsan
- Berkeringat
- Mual
- Sesak napas
- Keresahan atau firasat terhadap malapetaka yang akan datang.
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan
perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan
menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan
mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membaik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membaik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen
ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T
pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST
pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan
resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan
gambaran dinding inferior
Tes Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga
protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah.
Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB
terdetekai setelah 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi
normal setelah 24 jam berikutnya.
LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark
miokard yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih
dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu.
Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi
penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama
Troponin T.
Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH
selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.
Troponin T & I protein merupakan tanda paling spesifik cedera
otot jantung, terutama Troponin T (TnT)
Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih
tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu.
Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari
pertama;
peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai
normal.
Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan
letak sumbatan pada arteri koroner.
Kateter dimasukkan melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari
angiografi koroner
Zat kontras yang terlihat melalui sinar X diinjeksikan melalui ujung
kateter pada aliran darah. Zat kontras itu pemeriksa dapat mempelajari aliran
darah yang melewati pembuluh darah dan jantung
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang
akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga
arteri tetap terbuka.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan SKA meliputi :
1.Pathogenesis SKA,
2.Cara mendiagnosa SKA yang terdiri dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi dan petanda
biokimia jantung,
3.Stratifikasi risiko terjadinya SKA sepdrti nyeri
dada, riwayat SKA sebelumnya, usia, jenis kelamin, diabetes dan lain-lain,
4.Terapi SKA beserta faktor risiko SKA.
Penatalaksaan SKA mengalami
perubahan yang sangat cepat seiring dengan banyaknya penelitian pada pasien
STEMI dan NSTEMI. Sehingga untuk memperoleh penatalaksanaan yang terkini
dibutuhkan suatu studi kepustakaan yang komprehensif
H. PERUMUSAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri
b/d Iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
2. Ansietas
b/d ancaman kehilangan atau kematian
Diagnosa
keperawatan 1
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 X 24 jam, diharapkan nyeri berkurang.
|
|
Kriteria hasil : - Menyatakan nyeri dada hilang atau
terkontrol
- Mendemontrasikan penggunaan
tekhnik relaksasi
- Menunjukkan
menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri
terhadap pasien termasuk lokasi, intensitas ( 0-10 ), lamanya, kualitas
(dangkal atau menyebar) dan penyebaran.
|
Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan
harus digambarkan oleh pasien. Bantu pasien untuk menilai nyeri dengan
membandingkannya dengan pengalaman lain.
|
Bantu melakukan teknik relaksasi
misalnya nafas dalam atau perlahan, perilaku distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi.
|
Membantu dalam penurunan persepsi
dalam penurunan persepsi atau respon nyeri, memberika kontrol situasi,
meningkatkan perilaku positif.
|
Diagnosa
keperawatan 2
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, diharapkan
ansietas berkurang.
|
|
Kriteria hasil : -
Mengenal perasaannya
-
Mengidentifikasi penyebab, faktor yang
mempengaruhi.
-
Menyatakan penurunan ansietas
-
Mendemontrasikan keterampilan pemecahan masalah
positif.
-
Mengidentifikasi sumber secara tepat.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji tanda verbal atau non verbal
kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan tindakan jika pasien menunjukan
perilaku merusak.
|
Pasien mungkin tidak menunjukkan
masalah secara langsung, tetapi kata – kata atau tindakan dapat menunjukkan
rasa agitasi, marah dan gelisah. Intervensi dapat membantu pasien
meningkatkan kontrol terhadap perilakunya sendiri.
|
Dorong pasien atau orang terdekat
untuk mengkomunikassikan dengan seseorang berbagi pertanyaan dan masalah.
|
Berbagi informasi membentuk dukungan
atau kenyamanan dan dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekawatiran yang
tidak di ekspresikan.
|
Dukung kenormalan proses kehilangan,
melibatkan waktu yang perlu untuk penyelesaian .
|
Dapat memberikan keyakinan bahwa
perasaan merupakan respon normal terhadap situsasi atau perubahan yang
diterima.
|
I. EVALUASI
Diagnosa
1 : - Menyatakan nyeri dada hilang atau
terkontrol
- Mendemontrasikan penggunaan tekhnik
relaksasi
-
Menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.
Diagnosa
2 : - Mengenal perasaannya
-
Mengidentifikasi penyebab, faktor yang
mempengaruhi.
-
Menyatakan penurunan ansietas
-
Mendemontrasikan keterampilan pemecahan
masalah positif.
-
Mengidentifikasi sumber secara tepat.
1. User shall place the following Clocklink code on a website, weblog or other internet location controlled by User, or as allowed by permission of such site owner, according to the instructions provided on Clocklink.com
2. Other than the modification options provided by Owner (type, color, time zone, etc) User shall not alter, adjust, modify the code provided in anyway without the express written permission of Owner.
3. While we make every effort to support this product, User accepts Clocklink and the Clocklink Code as is. Owner provides no guarantee or warranty that the Clocklink code will function properly on User's site or with every browser and Owner shall not be liable to User or any third party for any damage or loss incurred, monetary or otherwise, directly or indirectly, as a result of the use of the Clocklink or the Clocklink code.
If User has any difficulty with Clocklink, you should contact Owner at the Contact Us page on Clocklink.com. User's sole remedy for problems caused by the Clocklink code is to remove the tag from User's website or other location.
4. Owner shall retain the all rights and ownership of Clocklink and the Clocklink code and may terminate User's use of the same without notice and at any time.
5. This agreement shall be governed by the laws of the United States and the State of Washington. User agrees that if legal action is required to enforce the terms of this agreement, venue shall be in the courts of King County, Washington, USA.
1. DEFINISI
Hipertensi menurut (JNC)
sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan
sesuai derajat keparahannya, mempunyai
rentang dari tekanan darah ( TD ) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan
peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau
tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104
mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan
hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini
berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari
peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ).
2. ETIOLOGI
Hipertensi
berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany
Gunawan, 2001 )
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita
hipertensi, sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih ).
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
3. KLASIFIKASI
KATEGORI
|
SISTOLIK
|
DIASTOLIK
|
Normal
|
<120 mmHg
|
(dan) < 80 mmHg
|
Pre- hipertensi
|
120 – 139 mmHg
|
(atau) 80 – 89 mmHg
|
Satdium 1
|
140 159 mmHg
|
(atau) 90 – 99 mmHg
|
Hipertensi diklasifikasikan sesuia
derajat keparahannya, mempunyai renntang tekanan darah normal – tinggi sampai
hipertensi maligna, keadaan ini di kategorikan sebagai primer atau essensial
(hampir 90 % dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi
patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki.
Pada Hipertensi
sistolik, tekanan mencapai 140 mmHg tekanan diastoliknya <90 mmHg hipertensi
ini sering ditemukan pada usia lanjut.
4. PATOFISIOLOGI
5. TANDA DAN GEJALA
a.
Aktifitas dan istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekwensi
jantung meningkat, perubahan irama jantung
b.
Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi aterosklerosis, penyakit jantung koroner
atau katup dan penyakit serebro vaskuler. Episode palpitasi, respirasi.
Tanda : kenaikan
tekanan darah, nadi, frekwensi atau irama = Takikardia berbagai disritmia.
Kulit pucat cyanosis.
c.
Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : angina ( penyakit arteri koroner atau keterlibatan jantung ),
nyeri hilang timbul pada tungkai atau klaudikasi. Sakit kepala oksipital berat
seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
Tanda dan gejala pada
hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung, 1995 )
·
Tidak Ada Gejala
Tidak ada gejala yang
spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain
penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
·
Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan
bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.
Foto dada dan CT scan
B.
EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
C.
Pemeriksaan retina
D. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
kerusakan organ seperti ginjal dan jantung.
E. Riwayat dan pemeriksaan
fisik secara menyeluruh
F.
Urinalisa untuk
mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
G. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena
arteriogram renal,
H.
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
7. PENATA
LAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan
dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1.
Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
·
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
·
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
·
Penurunan berat badan
·
Penurunan asupan etanol
b. Menghentikan merokok
c. Diet tinggi kalium
d. Latihan Fisik
c. Diet tinggi kalium
d. Latihan Fisik
2. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
3. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
4. Terapi
dengan Obat
Tujuan pengobatan
hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan
mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat(1).
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( Joint National Committee On
Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988 )menyimpulkan
bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE
dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan
penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
8. RUMUSAN
DIAGNOSA
·
Resiko
tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
·
Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan
dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
·
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan laporan verbal tentang keletihan dan kelemahan.
9. INTERVENSI
KEPERAWATAN
Diagnosa : Resiko
tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
|
|
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak
terjadi iskemia miokard
|
|
Kriteria
: Memperlihatkan
irama dan frekuensi jantung stabil
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Pantau
TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
|
Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang keterlibatan atau bidang masalah vaskular.
|
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan
perifer
|
Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis
mungkin teramati atau terpalsasi
|
Auskultasi tonus dan bunyi nafas
|
S4 umum terdengar pada pasien
hipertensi berat karena adanya hipertrofi atrium(peningkatan volume atau tekanan
atrium
|
Kolaborasi
untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi. Contoh : diuretik tiazit
|
Tiazit mungkin digunakan sendiri atau
dicampur denganobat lain untuk menurunkan TD pada pasien dengan fungsi ginjal
yang relatif normal
|
Diagnosa
: Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
|
|
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
|
|
Kriteria
: Pasien
mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Pertahankan
tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
|
Meminimalkan stimulasi atau
meningkatkan relaksasi
|
Hilangkan / minimalkan aktifitas
vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya : mengejang saat
BAB, batuk panjang, membungkuk.
|
Aktifitas yang meningkatkan vasokonstriksi
menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular cerebral.
|
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
|
Pusing dan penglihatan kabur sering
berhubungan dengan sakit kepala.
|
Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila
terjadi pendarahan hidung atau kompres hidung telah dilakukan untuk
menhentikan pendarahan.
|
Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres
hidung dapat mengganggu menelan atau
membutuhkan nafas dengan mulut.
|
Berikan sesuai indikasi : analgesik.
|
Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan
rangsang sistem saraf simpatis
|
Diagnosa
: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan laporan verbal tentang
keletihan dan kelemahan
|
|
Tujuan : Aktifitas tidak terganggu.
|
|
Kriteria
: Berpartisipasi
dalam aktifitas atau yang diperlukan.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji respon
pasien terhadap aktifitas, perhatikan frekwensi nadi lebih dari 20 kali
permenit di atas frekwensi istirahat.
|
Menyebutkan parameter membantu dalam
mengkaji respon fisologi terhadap stres aktifitas dan bila ada merupakan
indikator dari kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat aktifitas.
|
Instruksikan pasien tentang teknik
penghematan energi misalnya : menggunakan
kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi,
melakukan akitifitas secara perlahan.
|
Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan.
|
Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas
atau perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
|
Kemajuan aktifitas bertahap
mencegah peningkatan kerja jantung
tiba – tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong
kemandirian dalam melakukan aktifitas.
|
10. EVALUASI
·
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman
·
Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan
dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
·
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan laporan verbal tentang keletihan dan kelemahan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn
E.2000.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN.Jakarta:kedokteran
ECG
Suddarth.2002.Buku Ajar :
Keperawatan Medikal Bedah Vol 2: Jakarta. EGC
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
www.winzulkim.blogspot.com
irwinsyah site's
top 5 article
Anda Pengunjung Ke -
Asal Pengunjung
My Facebook
irwinsyah network. Powered by Blogger.