Archive for October 2013

ASKEP LOW BACK PAIN (NYERI PUNGGUNG)

Tuesday, October 1, 2013
Posted by Unknown

ASKEP LOW BACK PAIN (NYERI PUNGGUNG)

LOW BACK PAIN
A.     Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual maupun potensial. Definisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu/seseorang yang mengalaminya, yang ada kapanpun orang tersebut mengatakannya(2) . Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh karena itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien.
Low Back Pain (LBP) atau Nyeri punggung bawah adalah suatu sensasi nyeri yang dirasakan pada diskus intervertebralis umumnya lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1 (2,4).
B.    Etiologi
Kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral akut, ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan otot, osteoartritis tulang belakang, stenosis tulang belakang, masalah diskus intervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai).  Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik. Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas, sedangkan nyeri akibat keadaan lainnya tidak dipengaruhi oleh aktifitas (2,4) .
C.    Patofisiologi
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain(1,3).
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi  yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat(1,3).
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi  nyeri(1,3).
Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikanperlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung(2,4).
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut (2,4).
D.    Manifestasi Klinis
Pasien biasanya engeluh nyeri punngung akut maupun nyeri punggung kronis dan kelemahan. Selama wawancara awal kaji lokasi nyeri, sifatnya dan penjalarannya sepanjang serabut saraf (sciatica), juga dievaluasi cara jalan pasien, mobilitas tulang belakang, refleks, panjang tungkai, kekuatan motoris dan persepsi sensoris bersama dengan derajat ketidaknyamanan yang dialaminya. Peninggian tungkai dalam keadaan lurus yang mengakibatkan nyeri menunjukkan iritasi serabut saraf.
Pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya spasme otot paravertebralis (peningkatan tonus otot tulang postural belakang yang berlebihan) disertai hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang normal dan mungkin ada deformitas tulang belakang. Bila pasien diperiksa dalam keadaan telungkup, otot paraspinal akan relaksasi dan deformitas yang diakibatkan oleh spasme akan menghilang.
Kadang-kadang dasar organic nyeri punggung tak dapat ditemukan. Kecemasan dan stress dapat membangkitkan spasme otot dan nyeri. Nyeri punggung bawah bisa merupakan anifestasi depresi atau konflik mental atau reaksi terhadap stressor lingkungan dan kehidupan. Bila kita memeriksa pasien dengan nyeri punngung bawah, perawat perlu meninjau kembali hubungan keluarga, variable lingkungan dan situasi kerja (2,4).
E.    Evaluasi Diagnostik
Prosedur diagnostik perlu dilakukan pada pasien yang mendertita nyeri punggung bawah. Sinar X- vertebra mungkin memperlihatkan adanya fraktur, dislokasi, infeksi, osteoartritis atau scoliosis. Computed Tomografi (CT) berguna untuk mengetahui penyakit yang mendasari, seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi disekitar kolumna vertebralis dan masalah diskus intervertebralis. USG dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis spinalis. MRI memungkinkan visualisasi sifat dan lokasi patologi tulang belakang (2).


F.    Penatalaksanaan
Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6 minggu dengan tirah baring, pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus tetap ditempat tidur dengan matras yang padat dan tidak membal selama 2 sampai 3 hari. Posisi pasien dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal lebih besar yang dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan pasien sedikit menekuk lututnya atau berbaring miring dengan lutu dan panggul ditekuk dan tungkai dan sebuah bantal diletakkan dibawah kepala. Posisi tengkurap dihindari karena akan memperberat lordosis. Kadang-kadang pasien perlu dirawat untuk penanganan “konservatif aktif” dan fisioterapi. Traksi pelvic intermiten dengan 7 sampai 13 kg beban traksi. Traksi memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan relaksasi otot tersebut.
Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Terapi bisa meliputi pendinginan (missal dengan es), pemanasan sinar infra merah, kompres lembab dan panas, kolam bergolak dan traksi. Gangguan sirkulasi , gangguan perabaan dan trauma merupakan kontra indikasi kompres panas. Terapi kolam bergolak dikontraindikasikan bagi pasien dengan masalah kardiovaskuler karena ketidakmampuan mentoleransi vasodilatasi perifer massif yang timbul. Gelombang ultra akan menimbulkan panas yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan akibat pembengkakan pada stadium akut.
Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri akut. Analgetik narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri, relaksan otot dan penenang digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami spasme, sehingga dapat mengurangi nyeri. Obat antiinflamasi, seperti aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), berguna untuk mengurangi nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respons inflamasi dan mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia (2,4).
G.    Pengkajian
Pasien nyeri pungung dibimbing untuk menjelaskan ketidaknyamanannya (missal lokasi, berat, durasi, sifat, penjalaran dan kelemahan tungkai yang berhubungan). Penjelasan mengenai bagaimana nyeri timbul dengan tindakan tertentu atau dengan aktifitas dimana otot yang lemah digunakan secara berlebihan dan bagaimana pasien mengatasinya. Informasi mengenai pekerjaan dan aktifitas rekreasi dapat membantu mengidentifikasi area untuk pendidikan kesehatan.
Selama wawancara ini, perawat dapat melakukan observasi terhadap postur pasien, kelainan posisi dan cara jalan. Pada pemeriksaan fisik, dikaji lengkungan tulang belakang, Krista iliakan dan kesimetrisan bahu. Otot paraspinal dipalpasi dan dicatat adanya spasme dan nyeri tekan. Pasien dikaji adanya obesitas karena dapay menimbulkan nyeri punggung bawah (2).
H.    Diagnosa Keperawatan (2)
1.    Nyeri b.d masalah muskuloskeletal
2.    Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, dan berkurangnya kelenturan
3.    Kurang pengetahuan b.d teknik mekanika tubuh melindungi punggung
4.    Perubahan kinerja peran b.d gangguan mobilitas dan nyeri kronik
5.    Gangguan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh b. d obesitas
I.    Intervensi dan Implementasi (2)
1.    Meredakan nyeri
Untuk mengurangi nyeri perawat dapat menganjurkan tirah baring dan pengubahan posisi yang ditentukan untuk memperbaiki fleksi lumbal. Pasien diajari untuk mengontrol dan menyesuaikan nyeri yang dilakukan melalui pernafasan diafragma dan relaksasi dapat membantu mengurangi tegangan otot yang berperan pada nyeri punggung bawah. Mengalihkan perhatian pasien dari nyeri dengan aktifitas lain missal membaca buku, menonton TV maupun dengan imajinasi (membayangkan hal-hal yang menyenangkan dengan memusatkan perhatian pada hal tersebut).
Masase jaringan lunak dengan lembut sangat berguna untuk mengurangi spasme otot, memperbaiki peredaran darah dan mengurangi pembendungan serta mengurangi nyeri. Bila diberikan obat perawat harus mengkaji respon pasien pada setiap obat.
2.    Memperbaiki mobilitas fisik
Mobilitas fisik dipantau melalui pengkajian kontinu. Perawat mengkaji bagaimana pasien bergerak dan berdiri. Begitu nyeri punggung berkurang, aktifitas perawatan diri boleh dilakukan dengan regangan yang minimal pada struktur yang cedera. Perubahan posisi harus dilakukan perlahan dan dibatu bila perlu. Gerakan memutar dan melenggok perlu dihindari. Pasien didorong untuk berganti-ganti aktifiats berbaring, duduk dan berjalan-jalan dalam waktu lama. Perawat perlu mendorong pasien mematuhi program latihan sesuai yang ditetapkan, latihan yang salah justru tidak efektif.
3.    Meningkatkan mekanika tubuh yang tepat
    Pasien harus diajari bagaimana duduk, berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar.
4.    Pendidikan kesehatan
    Pasien harus diajari bagaimana duduk, berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar
5.    Memperbaiki kinerja peran
Tanggung jawab yang berhubungan dengan peran mungkin telah berubah sejak terjadinya nyeri punggung bawah. Begitu nyeri sembuh, pasien dapat kembali ke tanggung jawab perannya lagi. Namun bila aktifitas ini berpengaruh terhadap terjadinya nyeri pungung bawah lagi, mungkin sulit untuk kembali ke tanggung jawab semula tersebut tanpa menanggung resiko terjadinya nyeri pungggung bawah kronik dengan kecacatan dan depresi yang diakibatkan.
6.    Mengubah nutrisi dan penurunan berat badan
Penurunan BB melalui penyesuaian cara makan dapat mencegah kekambuhan nyeri punggung, dengan melalui rencana nutrisi yang rasional yang meliputi perubahan kebaisaaan makan untuk mempertahankan BB yang diinginkan.
J.    Evaluasi (2)
1.    Mengalami peredaan nyeri
-    Istirahat dengan nyaman
-    Mengubah posisi dengan nyaman
-    Menghindari ketergantungan obat
2.    Menunjukkan kembalinya mobilitas fisik
-    Kembali ke aktifitas secara bertahap
-    Menghindari posisi yang menyebabkan yang menyebabkan ketidaknyamanan otot
-    Merencanakan istirahat baring sepanjang hari
3.    Menunjukkan mekanika tubuh yang memelihara punggung
-    Perbaikan postur
-    Mengganti posisi sendiri untuk meminimalkan stress punggung
-    Memperlihatkan penggunaan mekanika tubuh yang baik
-    Berpartisipasi dalam program latihan
4.    Kembali ke tanggung jawab yang berhubungan dengan peran
-    Menggunakan teknik menghadapi masalah untuk menyesuaikan diri dengan situasi stress
-    Memperlihatkan berkurangnya ketergantungan kepada orang lain untuk perawatan diri
-    Kembali ke pekerjaan bila nyeri punggung telah sembuh
-    Kembali ke gaya hidup yang produktif penuh
5.    Mencapai BB yang diinginkan
-    Mengidentifikasi perlunya penurunan BB
-    Berpartisipasi dalam pengembangan rencana penurunan BB
-    Setia dengan program penurunan BB
Daftar Pustaka :
1.    Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1, EGC, Jakarta, 2002
2.    Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3, EGC, Jakarta, 2002
3.    Ruth F. Craven, EdD, RN, Fundamentals Of Nursing, Edisi II, Lippincot, Philadelphia, 2000
4.    Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I, EGC, Jakarta, 19

ASKEP TUMOR OTAK

Posted by Unknown

ASKEP TUMOR OTAK

BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar belakang
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial, mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.
Tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua penyebab kematian karena kanker, dimana sekitar 20% sampai 40% dari semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari tempat-tempat lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar sistem saraf pusat tetapi jejas metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal bagian bawah, pankreas, ginjal dan kulit (melanoma). Insiden tertinggi  pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade kelima, keenam dan ketujuh, dengan tingginya insiden pada pria. Pada usia dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis) dan merupakan supratentorial (terletak diatas penutup cerebellum). Jejas neoplastik di dalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan dan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Peningkatan intra kranial ( PTIK ) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta kematian.



2.    Tujuan Penulisan
a.    Tujuan Umum
Setelah membahas makalah “Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Otak”, mahasiswa mampu menerapkan pengetahuan mereka tentang cara – cara menangani pasien dengan tumor otak sesuai Asuhan Keperawatan yang telah ditegakkan.
b.    Tujuan Khusus
Setelah membahas makalah “Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Otak”, mahasiswa mampu :
-    Memahami Konsep Penyakit Tumor Otak
-    Memahami masalah kesehatan pada pasien tumor otak
-    Memahami dan mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan untuk pasien pengidap penyakit tumor otak.
-    Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien pengidap penyakit tumor otak
3.    Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif yang menjelaskan tentang konsep penyakit tumor otak serta asuhan keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien pengidap penyakit tumor otak.
4.    Sistematika Penulisan
BAB I     :     PENDAHULUAN. Terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan
BAB II     :     TINJAUAN TEORI, Terdiri dari Konsep tumbang, Masalah pada Neonatus, dan Asuhan keperawatan Neonatus
BAB III     :     PENUTUP. Terdiri dari Kesimpulan dan Saran.






BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    KONSEP PENYAKIT TUMOR OTAK
1.    Definisi
Sebuah tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakarnial yang menempati ruang didalam tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk kedalam jaringan. Neoplasma terjadi akibat dari kompresi dan infiltrasi jaringan. Akibat perubahan fisik bervariasi, yang menyebabkan beberapa atau semua kejadian patofisiologis sebagai berikut:
    Peningkatan tekanan intrakranial dan edema cerebral
    Aktivitas kejang dan tanda-tanda neurologis fokal
    Hidrosefalus
    Gangguan fungsi hipofisis
Tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua penyebab kematian karena kanker, dimana sekitar 20% sampai 40% dari semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari tempat-tempat lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar sistem saraf pusat tetapi jejas metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal bagian bawah, pankreas, ginjal dan kulit (melanoma).
Insiden tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade kelima, keenam dan ketujuh, dengan tingginya insiden pada pria. Pada usia dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis) dan merupakan supratentorial (terletak diatas penutup cerebellum). Jejas neoplastik di dalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan dan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
 (Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth, 2001, Jakarta : EGC. Hal: 2167)



2.    Etiologi
Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel manusia memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker.
Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
•    Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
•    Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
•    Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
•    Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
•    Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik sepertimethylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
3.    Jenis – jenis Tumor
Tumor yang jinak atau yang tidak ganas (non malignant) lambat tumbuhnya, tidak menyebar, dan biasanya dikelilingi oleh penutup atau kapsul. Pertumbuhan yang seperti itu bisa disebut sebagai enkapsuleted tumor atau tumor terbungkus. Tumor yang tidak ganas bisa dicabut dengan cara pembedahan, terutama bila tumor itu menyebabkan organ – organ tubuh yang vital terdesak atau tertekan. Jika tumor yang tidak ganas dicabut, tidak ada kemungkinan baginya tubuh untuk tumbuh lagi.
Tumor ganas disebut sebagai kanker atau malignancy (cepat menjalar ke bagian tubuh yang lain). Tumbuhnya cepat, tidak dikelillingi oleh penutup, dan menyebar ke bagian – bagian tubuh yang lain. Sel – sel yang abnormal ini menyerang jaringan – jaringan yang berdekatan. Kanker ganas itu dibawa pula ke bagian – bagian tubuh yang lain oleh getah bening dan darah. Pemindahan sel – sel ganas ke bagian – bagian tubuh yang lain ini disebut metastasis. Tumbuhan baru yang dimulai dari sel – sel bawaan ini disebut sebagai pertumbuhan metastasis atau tumbuhan kedua (tumor kedua anak tumor). Pertumbuhan sel – sel tubuh yang cepat dan tak terkendali ini pada akhirnya mengancam keselamatan jiwa orang itu sendiri.
(dr. H. Mohamad Isa. Perawatan Penyakit Dalam & Bedah. Pusat Pendidikan Pegawai Departemen Kesehatan R.I. : Jakarta. Hal. 41)
a.    Tumor benigna
Tumor ini dapat timbul dari sebagian besar jaringan tubuh.
1.    Sel-sel epitel atau endotel
Papiloma timbul dari sel-sel ini, misalnya kulit, kandung kemih, kolon. Tumor ini bisa menjadi ganas.
2.    Sel-sel pigmen kulit naevus (tahi lalat)
3.    Kelenjar adenoma : payudara, parotis, tiroid.
4.    Pembuluh darah-hemamioma : dua tipe.
a.    Kapiler : tanda lahir ; “portwine stain”
b.    Kavernosus : nodulus berwarna ungu yang memucat bila ditekan
5.    Jaringan fibrosis – fibroma : terlihat sebagai nodulus. Pada sebagian besar keadaan dapat timbul.
6.    Lemak – glikoma : benjolan lunak, paling sering subkutan.
7.    Osteoma tumor pada tulang rawan dan tulang biasa
8.    Chondroma
9.    Myoma : tumor otot biasa, tempat yang paling sering terkena adalah uterus
b.    Tumor maligna
1.    Sel sel epitel atau endotel.
a.    Karsinoma : karsinoma diberi nama menurut jaringan asalnya, misalnya karsinoma skuamosa kulit. Transitional sel karsinoma pada kandung kemih.
b.    Melanoma : tumor maligna sel – sel pigmen kulit
2.    Jaringan kelenjar : adenokarsinoma, misalnya payudara atau lambung.
3.    Jaringan ikat : sarkoma – keadaan ini lebih jarang ditemukan. Fibrosarkoma dari jaringan fibrosus, sarkoma osteogenik dari tulang, myosarkoma dari otot.
4.    Kelenjar limfe. Ragam penyakit keganasan (maligna) ditemukan pada jaringan limfoit (jaringan retikulo endotelial) dengan berbagai derajat keganasan, misalnya limfoma, retikulo sarkoma, penyakit Hodgkin.
5.    Leukimia. Penyakit maligna pada sel – sel induk yang menghasilkan sel – sel darah putih.
4.    Patofisiologi
Tumor intrakranial menyebabkan gangguan neurologis progresif. Gangguan neurologis pada tumor intrakranial biasanya dianggap disebabkan karena 2 faktor, yaitu gangguan vokal olah tumor dan peningkatan intrakranial.
Gangguan vokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja dispensi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat (misalnya, gliobastoma multiform). Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi dan perubahan suplai darah kejaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis vokal. Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor:
1.    Bertambahnya massa dalam tengkorak.
2.    Terbentuknya edema sekitar tumor.
3.    Perubahan sirkulasi cairan cerebrospinal.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mengmbil tempat dalam ruang yang relatif tetap dan ruangan kranial yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak di sekitrnya. Mekanisnya belum sepenuhnya dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Beberapa tumor menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh sawar darah otak, semuanya menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan menyebabkan tekanan intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan cerebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subarakhnoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan unutk menjadi effektif oleh karen aitu tidak berguna apabila tekanan itrakranial timbul dengan cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan cerebrospinal, kandungan cairan intra sel, dan mengurangi sel-sel parenkim.
Peningkatan tekanan yang tidak di obati mengakibatkan herniasi unkus atau cerebelum. Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh masa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesen sefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf kranial ketiga. Pada herniasi cerebelum, tonsil cerebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu masa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.
(Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Muttaqin Ariff, 2008, Jakarta: Salemba Medika. Halaman : 477-478)
5.    Tanda dan Gejala
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut. Gejala-gejala tumor otak dapat meliputi, antara lain:
•    Nyeri Kepala (Headache)
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
•    Muntah
Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil (menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala.
•    Edema Papil
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal terlcbih dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan terhadap vena sentralis retinae. Biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau pembesarannya menckan jalan aliran likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidrocepallus.


•    Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum atau general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.
6.    Komplikasi
a.    Ganguan Fungsi Luhur
•    Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi.
•    Neurobehavior adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu di otak. Pengaruh negatif tumor otak adalah gangguan fisik neurologist, gangguan kognitif, gangguan tidur dan mood, disfungsi seksual serta fatique.
•    Gangguan kognitif yang dialami pasien tumor otak bisa dievaluasi dengan berbagai tes. Di antaranya adalah Sickness Impact Profile, Minesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), dan Mini mental State Examination (MMSE). Komponen kognitif yang dievaluasi adalah kesadaran, orientasi lingkungan, level aktivitas, kemampuan bicara dan bahasa, memori dan kemampuan berpikir, emosional afeksi serta persepsi.
b.    Ganguan Wicara
•    Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal ini kita mengenal istilah disartria dan aphasia.
•    Disartria adalah gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang bertanggung jawab dalam proses bicara. Tiga langkah yang menjadi prinsip dalam terapi disartria adalah meningkatkan kemampuan verbal, mengoptimalkan fonasi, serta memperbaiki suara normal.
•    Afasia merupakan gangguan bahasa, bisa berbentuk afasia motorik atau sensorik tergantung dari area pusat bahasa di otak yang mengalami kerusakan. Fungsi bahasa yang terlibat adalah kelancaran (fluency), keterpaduan (komprehensi) dan pengulangan (repetitif). Pendekatan terapi untuk afasia meliputi perbaikan fungsi dalam berkomunikasi, mengurangi ketergantungan pada lingkungan dan memastikan sinyal-sinyal komunikasi serta menyediakan peralatan yang mendukung terapi dan metode alternatif. Terapi wicara terdiri atas dua komponen yaitu bicara prefocal dan latihan menelan.
c.    Ganguan Pola Makan
•    Disfagi merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan menelan makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau oesophageal. Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita serta berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru. Etiologi yang mungkin adalah parese nervus glossopharynx dan nervus vagus. Bisa juga karena komplikasi radioterapi.
•    Diagnosis ditegakkan dengan videofluoroscopy. Gejala ini sering bersamaan dengan dispepsia karena space occupying process dan kemoterapi yang menyebabkan hilangnya selera makan serta iritasi lambung. Terapi untuk gejala ini adalah dengan sonde lambung untuk pemberian nutrisi enteral, stimulasi, dan modifikasi kepadatan makanan (makanan yang dipilih lebih cair/lunak).
d.    Kelemahan Otot
•    Kelemahan otot pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf khususnya ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis. Pendekatan terapi yang dilakukan menggunakan prinsip stimulasi neuromusculer dan inhibisi spastisitas. Cara lain adalah dengan EMG biofeedback, latihan kekuatan otot, koordinasi endurasi dan pergerakan sendi.
e.    Ganguan Penglihatan Dan Pendengaran
•    Tumor otak yang merusak saraf yang terhubung ke mata atau bagian dari otak yang memproses informasi visual (visual korteks) dapat menyebabkan masalah penglihatan, seperti penglihatan ganda atau penurunan lapang pandang.
•    Tumor otak yang mempengaruhi saraf pendengaran - terutama neuromas akustik - dapat menyebabkan gangguan pendengaran di telinga pada sisi yang terlibat otak.
f.    Stroke
•    Seseorang dengan stroke memiliki gangguan dalam suplai darah ke area otak, yang menyebabkan otak tidak berfungsi. Otak sangat sensitif terhadap setiap gangguan dalam aliran darah. Sel-sel otak mulai mati dalam beberapa menit kehilangan pasokan oksigen dan glukosa.
•    Para gangguan aliran darah dapat terjadi oleh salah satu dari dua mekanisme, yaitu hemorrhagic stroke disebabkan oleh perdarahan dari pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak dan Stroke iskemik disebabkan oleh bekuan darah yang menghalangi aliran darah melalui arteri yang memasok darah ke otak. Ada dua jenis stroke iskemik: Stroke trombotik stroke dan emboli. stroke trombotik disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di dalam arteri otak.  stroke emboli disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di luar pembuluh darah otak, kemudian gumpalan darah itu berjalan melaui aliran darah dan sampai pada pembuluh darah otak, gumpalan darah ini selanjutnya menyumbat suplay darah ke otak.
•    Pada tumor otak, komplikasi stroke yang timbul dapat berupa Hemorrhagic stroke yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak yang tertekan akibat pembesaran tumor.
g.    Epilepsi
•    Kejadian sekitar 30% dari tumor otak. Alasannya sebagian besar disebabkan karena rangsangan langsung atau represi dari tumor yang menyebabkan ganguan listrik pada otak dan juga  tumor otak dapat menyebabkan iritasi pada otak yang dapat menyebabkan kejang
h.    Depresi
•    Depresi dapat disebabkan karena tumor pada pusat emosi (system limbic) atau karena keadaan klinis yang disebabkan oleh tumor tersebut, Gejala yang timbul dapat berupa menangis terus-menerus, kesedihan yang mendalam, social withdrawal, Mudah marah, kecemasan, penurunan libido, gangguan tidur, tingkah laku yang tidak wajar. Dapat juga karena efek steroid : mood and sleep changes, ganguan bipolar (manicdepression).
i.    Hidrosephalus
•    Hidrosephalus terjadi apabila tumor yang terbentuk menghalangi aliran LCS, akibatnya aliran LCS akan terhambat dan mengakibatkan terbentuknya hidrosephalus. Selain itu peningkatan tekanan intrakranial juga dapat menghambat aliran LCS.

j.    Cerebral Hernia
•    Cerebral hernia adalah kondisi, progresif fatal di mana otak terpaksa melalui pembukaan dalam tengkorak.
•    Tumor otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, yang kemudian menyebabkan penggeseran parenkim otak ke foramen Magnum atau transtentorial
k.    Ganguan Seksualitas
•    Tumor otak sendiri dapat mempengaruhi seksualitas, terutama jika tumor melibatkan daerah otak yang mengontrol pelepasan hormon yang mempengaruhi libido, termasuk estrogen, progesteron testosteron, dan. Daerah-daerah yang sama dari otak dapat rusak oleh terapi radiasi, yang yang dapat juga mengurangi kesuburan dan libido selain itu dapat pula menyababkan menopouse dini.
l.    Terbentuknya Gumpalan Darah
•    Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan darah. Pembekuan ini disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di pembuluh darah kaki. Gejala yang DVT meliputi nyeri betis, bengkak, dan perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi tanpa gejala. Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran darah ke paru-paru, di mana mereka menyebabkan "thromboemboli paru" (PTE) pembekuan darah di arteri paru.
7.    Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk penyakit tumor otak antara lain :
•    Computer Tomografik Scaning (CT SCAN) : CT SCAN digunakan lebih baik dari pada X- Ray, CT SCAN dapat memberikan informasi tentang jumlah, ukuran, dan densitas (warna gelap/terang) tumor, dapat memberikan informasi sistem ventrikuler.
•    Magnetic Resonance Imaging (MRI) : MRI sangat penting untuk mendiagnosa tumor sampai lesi terkecil dan tumor pada batang otak dan pituitary.
•    Elektroensefalogram (EEG) : dapat mendeteksi gelombang abnormal pada otak yang disebabkan tumor hal ini dapat mengevaluasi kajang yang ditimbulkan karena gangguan pada lobus temporal.
•    Stereotatic Radiosurgery : meliputi penggunaan kerangka tiga dimensi yang meliputi lokasi tumor yang sangat tepat, kerangka Stereotatic dan dan study pencitraan multipel (sinar – x) cara yang digunakan untuk menemukam tumor dan lokasinya.
•    Pemeriksaan cytologi : dapat mendeteksi keganasan pada sel yang disebabkan tumor sistem saraf pusat.
•    Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
•    Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
•    Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
•    Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
8.    Penatalaksanaan Medis
Orang dengan tumor otak memiliki beberapa pilihan pengobatan. Tergantung pada jenis dan stadium tumor, pasien dapat diobati dengan operasi pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi. Beberapa pasien menerima kombinasi dari perawatan diatas.
Selain itu, pada setiap tahapan penyakit, pasien mungkin menjalani pengobatan untuk mengendalikan rasa nyeri dari kanker, untuk meringankan efek samping dari terapi, dan untuk meringankan masalah emosional. Jenis pengobatan ini disebut perawatan paliatif.
a.    Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak. Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak tumor dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak.
Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan anestesi umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah kemudian membuat sayatan di kulit kepala menggunakan sejenis gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang dari tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau seluruh tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut dengan potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah kemudian menutup sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat menggunakan saluran yang ditempatkan di bawah kulit kepala selama satu atau dua hari setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan.
Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak adalah sakit kepala atau rasa tidak nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi. Dalam hal ini dapat diberikan obat sakit kepala. Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya cairan cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak (edema). Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan pembengkakan. Sebuah operasi kedua mungkin diperlukan untuk mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat menempatkan sebuah tabung, panjang dan tipis (shunt) dalam ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke bagian lain dari tubuh, biasanya perut. Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke perut. Kadang-kadang cairan dialirkan ke jantung sebagai gantinya.
Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi (diobati dengan antibiotic). Operasi otak dapat merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi masalah serius. Pasien mungkin memiliki masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien juga mungkin mengalami perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini berkurang dengan berlalunya waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa permanen. Pasien mungkin memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau terapi kerja.
b.    Radiosurgery stereotactic
Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk menghancurkan tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma, atau akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan komplikasi pada pasien dan memperpendek waktu pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapat terjadi setelah radioterapi.
Kadang-kadang operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat tumor tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi atau perawatan lainnya.
c.    Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit.
d.    Kemoterapi
Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.
Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan bevacizumab (Avastin), baru-baru ini telah mendapat persetujuan untuk pengobatan glioma ganas. Mereka lebih efektif, dan memiliki efek samping lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama. Temozolomide memiliki keunggulan lain, yaitu bisa secara oral.
Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah biasanya melakukan operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan implantasi wafer yang mengandung obat kemoterapi. Selama beberapa minggu, wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut kemudian membunuh sel kankernya.


B.    Asuhan Keperawatan Teoritis Tumor Otak
1.    Pemeriksaan fisik
a.    BI (Breathing)
Inspeksi : pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula oblongata didapatkan adanya kegagalan pernapasan.
Pada klien tanpa kompresi medula oblongata pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak di dapatkan bunyi napas tambahan.
b.    B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Pada klien tanpa kompresi medula oblongata pada pengkajian tidak ada kelainan. Tekanan darah biasanya normal, dan tidak ada peningkatan heart rate.
c.    B3 (Brain)
Tumor intrakranial sering menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan intrakranial . pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di bandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Trias Klasik tumor otak adalan nyeri kepala, muntah, dan papiledema. Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien tmor intrakranial biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dann semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma, penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, dan lobus frontal.
•    Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien tumor intarkranial tahap lanjut biasanya status mental klien menglami perubahan.
•    Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami ‘brain damage’ yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
•    Lobus Frontal. Tumor lobus frontalis memberi gejala perubahan menta, hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara.
Perubahan mental bermanifestasi sebagai perubahan ringan daam kepribadian. Beberapa klien mengalami periode depresi, bingung, atau periode ketika tingkah laku klien menjadi aneh.
Perubahan yang paling sering  adalah perubahan dalam memberi argumentasi yang sulit  dari perubahan dalam memberi penilaian tentang benar dan salah. Hemiparesis disebabkan oleh tekanan pada area dan lintasan motorik di dekat tumor.
Jika area motorik terlibat, akan terjadi epilepsi Jackson dan kelemahan motorik yang jelas. Tumor yang menyerang ujung bawah korteks prasentalis menyebabka kelemahan pada wajah, lidah, dan ibu jari, sedangkan tumor pada lobulus parasentralis menyebabkan kelemahan pada kaki dan ekstermitas bawah.
Tumor pada lobus frontalis dapat mengakibatkan gaya berjalan yang tidak mantap, sering menyerupai  ataksia serebelum. Jika lobus frontalis kiri atau yang dominan terkena, akan terihat adanya afasia dan aparaksia.
Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII.
•    Saraf I. Pada klien dengan tumor intrakranial yang tidak mengalami kompresi saraf ini tidak memiliki kelainan pada fungsi penciuman.
•    Saraf II. Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari lintasan visual. Papiledema disebabkan oleh stasis vena yang menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.
•    Saraf III, IV, dan VI. Adanya kelumpuhan unilateral atau b V. Pada ilateral  dari saraf VI memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiformis.
•    Saraf V. Pada keadaan tumor intrakranial yang tidak menekan saraf trigeminus, tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neorolema yang menekan saraf ini akan di dapatkan adanya paralisis wajah ulilateral.
•    Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi sehat.
•    Saraf VIII. Pada neorolema di dapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang mungkiin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan.
•    Saraf XI dan X. Kemampuan menelan kurang baik, dan terdapat kesulitan membuka mulut.
•    Saraf XI. Tidk ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesiuz.
•    Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada suatu sisi dan fasikulasi. Indra pengecap normal.
2.    Diagnosa Keperawatan
a.    Resiko tinggi peningkatan intra kranial b.d desak ruang oleh rasa tumor intrakranial.
    Tujuan
Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakarnial pada klien dalam waktu 3x24 jam
    Kriteria Hasil
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.
    Intervensi :
1.    Kaji faktor penyebab situasi atau keadaan individu atau penyebeb koma, atau penurunan perkusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan tekanan intrakarnial.
2.    Memonitor TTV tiap 4 jam.
3.    Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
    Rasional :
1.    Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi atau tanda-tanda kegagalan untuk munentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2.    Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi di tandai dengan tekanan darah sistemik penururnan dan autolegulator kebanyakan tanda penurun difusilokal paskularisasi darah serebral.
3.    Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan tekana intrakarnial oleh efek rangsangan kumulatif.
b.    Nyeri akut b.d traksi dan pegeseran sruktur peka nyeri dalam rongga intrakranial.
    Tujuan
Nyeri berkurang atau hilang atau beradaptasi
    Kriteria Hasil
Cara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat beradatasi. Dapat mengidetifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. Klien tidak gelisah.
    Intervensi :
1.    Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan peredah nyeri non farmakologi dan non infasif.
2.    Ajarkan relaksasi, teknik-teknik untuk mnurunkan ketengan untuk otot rangka, yang dapat menurunkan intesitas nyri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
3.    Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik
    Rasional :
1.    Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan mengurangi nyeri.
2.    Akan menghasilkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi sehingga akan mengurangi nyeri.
3.    Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
(Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Muttaqin Ariff, 2008, Jakarta: Salemba Medika).


C.    PATHWAY Tumor Intrakranial (Tumor Otak)


BAB III
PENUTUP
1.    Kesimpulan
Tumor otak bisa mengenai segala usia. Tapi umumnya pada usia dewasa muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun atau di alas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi menyatakan tak ada perbedaan insidens antara pria dan wanita.
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial, mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.
Tumor otak menunjukkan manifestasi klinik yang tersebar. Tumor ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) serta tanda dan gejala lokal sebagai akibat dari tumor yang menggangu bagian spesifik dari otak. Gejala yang biasanya banyak terjadi akibat tekanan ini adalah sakit kepala, muntah, papiledema (edema saraf optik), perubahan kepribadian dan adanya variasi penurunan fokal motorik, sensori dan disfiungsi saraf kranial.
2.    Saran
Diharapkan perawat dapat menerapkan pengetahuan mereka tentang penyakit tumot otak ini untuk diterapkan di tempat mereka bekerja. Dan juga diharapkan pula perawat dapat menerapkan konsep asuhan keperawatan pada pasien tumor otak dengan semaksimal mungkin. Dengan tujuan agar pasien – pasien pengidap penyakit tumor otak ini dapat segera sembuh dan dapat menjalankan aktivitasnya kembali seperti saat sebelum sakit.

DAFTAR PUSTAKA

    Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
    dr. H. Mohamad Isa. Perawatan Penyakit Dalam & Bedah. Pusat Pendidikan Pegawai Departemen Kesehatan R.I. : Jakarta.
    Muttaqin Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan Jakarta: Salemba Medika.
    Oswari E. 1989. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : Gramedia.

ASKEP NEURALGIA TRIGEMINAL

BAB I
Pendahuluan
A.    Latar belakang
Di indonesia, jumlah penderita neuralgia trigeminal (NT) diperkirakan mencapai 30.000 orang yang terdeteksi. Menurut sofyanto, nyeri yang dirasakan pada penderita NT serangannya sangat mendadak dan sakitnya tidak terhingga. Rasanya bagaikan ditusuk seribu jarum, tersambar petir atau obeng yang dimasukan dan dikeluarkan dari hidung yang diakibatkan adanya masalah disaraf trigeminal
Dia mengatakan, penyakit langka ini sulit disembuhkan dengan cepat karena didalam otak terdapat 12 pasang saraf, jika terganggu akan timbul masalah. Jika saraf trigeminal yang terganggu, muncul nyeri pada hidung, wajah dan gigi. Dia menegaskan, penyakit ini timbul bukan karena gigi, melainkan stres, kelelahan atau pun kecemasan pada penderita, dikatakan penyakit langka ini biasanya diderita oleh orang yang usianya diatas 40 tahun, karena diusia tersebut otak manusia mengecil. Secara anatomi akan menyebabkan perubahan posisi organ-organ yang ada disekitarnya termasuk pembuluh darah yang ada disaraf  batang otak
Prevalensi penyakit ini diperkirakan 107,5 pada lelaki dan 200,2 pada perempuan per 1 juta populasi penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2) dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa.
Dari masalah diatas sebagai calon perawat kita wajib memahami gangguan yang terjadi pada  sistem saraf khususnya nervus ke-7 yaitu trigeminal. Oleh sebab itu kelompok mengangkat masalah ini menjadi makalah.
B.    Tujuan khusus dan umum
1.    Tujuan umum
Setelah membahas asuhan keperawatan pada klien dengan neuroglia trigeminal mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan neuroglia trigeminal.
2.    Tujuan khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal” mahasiswa mampu :
a.    Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit neuroglia trigeminal.
b.    Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal.
c.    Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal sesuai kasus.

C.    Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari literature dari berbagai media baik buku maupun internet yang disajikan dalam bentuk makalah.
D.    Sistem penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah :
BAB I    : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode, dan Sistematika Penulisan.
BAB II    : Terdiri dari Konsep Penyakit neuroglia trigeminal, Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal, Kasus neuroglia trigeminal.
BAB III    : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran

BAB II
Tinjauan teori

A.    Ringkasan konsep berbagai penyakit
ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS
Nervus Trigeminus merupakan nervus cranialis yang terbesar dan melayani arcus branchialis pertama. Nervus ini mengandung serat-serat branchiomotorik dan aferen somatik umum (yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen proprioseptif), dengan nuclei sebagai berikut :
a.    Nucleus Motorius Nervi Trigemini
Dari nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah ventrolateral menyilang serat-serat penduculus cerebellaris medius (fibrae pontocerebellares) dan pada akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami motori nervi mandibularis dan m. Tensor Veli Palatini serta m. Mylohyoideus.
b.    Nucleus Pontius, Nervi Trigemini dan Nucleus Spinalis Nervi Trigemini.
Kedua Nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan daerah calvaria bagian ventral sampai vertex.
Di antara kedua nucleus diatas terdapat perbedaan fungsioal yang penting : di dalam nucleus Pontius berakhir serat-serat aferen N. V yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls rasa raba, sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron keci; dan menerima serat-serat N. V yang halus yang mengantarkan impuls-impuls eksteroseptif  nyeri dan suhu.

B.    Konsep penyakit Trigeminal Neuralgia
1.    Definisi
Adalah serangan nyeri wajah pada area persarafan nervus trigeminus pada satu cabang atau lebih secara progsismal berupa rasa nyeri tajam, terkadang disertai kontraksi otot-otot (Rose C.F. 1997). 
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sentuhan atau penekanan pembuluh darah pada syaraf  ke 5 yaitu saraf nervus kranialis terbesar yang mengatur rasa wajah yang letaknya disekitar batang otak.
 neuralgia trigeminal berarti nyeri pada nervus trigeminus, yang menghantarkan rasa nyeri menuju kewajah. Neuralgia trigeminal adalah suatu keadaan yang mempengaruhi N. V nervus kranialis terbesar.

2.    Etiologi
Neuralgia trigeminus (tic douloureux) ditandai oleh serangan nyeri paroksismal yang tajam menyengat atau menyetrum, berlangsung singkat (detik atau menit), unileteral pada daerah distribusi nervus V (trigeminus). Cabang ke tiga dan ke dua dari nervus trigeminus paling sering terkena dan titik pemicu nyeri seringkali ditemukan didaerah wajah terutama diatas lubang hidung dan mulut. Serangan terjadi spontan atau sedang menggosok gigi, bercukur, mengunyah, menyap atau menelan.
Pada 90% pasien, mula timbulnya diatas usia 40 tahun, dan wanita lebih sering terkena dari pada pria. Sebagian besar etiologi tidak dapat ditemukan. Bila disertai hipestesia pada daerah distribusi N.V, paresis saraf kranial lainnya, atau mulai timbul sebelum usia 40 tahun, maka harus dicurigai neuroglia trigeminus simtomatik atau atipik. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mencari adanya sklerosis multipel, tumor saraf trigeminus, atau tumor fosa posterior.
Mekanisme patofisiologis yang mendasari NT belum begitu pasti, walau sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme harus konsisten dengan:
1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang
lama.
2. Umumnya ada stimulus ‘trigger’ yang dibawa melalui aferen
berdiameter besar (bukan serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk nyeri.
3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion
gasserian dan/ atau akar-akar saraf sering menghilangkan
nyeri.
4. Terjadinya NT pada pasien yang mempunyai kelainan
demielinasi sentral (terjadi pada 1% pasien dengan sklerosis
multipel)
Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibanding saraf tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering dapat dikontrol dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin).
Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan suatu cetusan ‘aberrant’ dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan memasukkan input melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima, atau pada tingkat sinaps sentralnya. Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada kelainan ini.
Pada kebanyakan pasien yang dioperasi untuk NT ditemukan adanya kompresi atas ‘nerve root entry zone’ saraf kelima pada batang otak oleh pembuluh darah (45-95% pasien). Hal ini meningkat sesuai usia karena sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan arteriosklerosis dan mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan pasien.
Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler serupa tidak menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler saraf kelima terjadi pada beberapa pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor jinak sudut serebelopontin (meningioma, sista epidermoid, neuroma akustik, AVM) dan kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap penyakit Paget). Tidak seperti kebanyakan pasien dengan NT, pasien ini sering mempunyai gejala dan/atau tanda defisit saraf kranial.
Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima (misal karena tindakan dental) atau sklerosis multipel, dan beberapa tanpa patologi yang jelas.

3.    Tanda dan gejala
Serangan Trigeminal Neuralgia daoat berlangsung dalam beberapa detik sampai menit. Beberapa orang merasakan sakitringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrumlistrik. Penderita Trigeminal neuralgia yang berat menggambarkan rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya.Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang Minggu. Lalu, tidak sakit lagi selama beberapa waktu. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dlm waktu bersamaan.
 Pada beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat penderita berbaring

4.    Patofisiologi
Neuralgia Trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun sentral.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action potential pada saraf Trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.
Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus.
5.    Pathway
6.    Pemeriksaan penunjang
MRI dan CT-scan hanya dilakukan atas indikasi, misalnya terdapat kecurigaan penekanan radiks N. V oleh aneurisma, meningioma atau akibat


7.    Penatalaksanaan medis
Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:
1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.
2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.
3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.

1.    Terapi Medis (Obat)
•    Fenitoin. Banyak pasien yang memberikan respon baik terhadap penitoin saja (200-300 mg/hr)
•    Karbamazepin. Sekitar 80% pasien memberikan respon baik terhadap pengobatan awal dengan karbamazepin (400-1200 mg/hari). Respon terhadap karbamazepin bermenfaat untuk membedakan neuroglia trigeminus dari kasus nyeri fasial atipik tertentu. Baik fenitoin maupun karbamazepin dapat menimbulkan ataksia (terutama bila dipakai bersamaan). Komplikasi karbamazepin yang jarang adalah leukopenia, trombositopenia, dan gangguan fungsi hati, oleh sebab itu perlu pemantauan leukosit darah secara berkala, hitung trombosit dan fungsi hati. Setelah perbaikan awal, banyak pasien mengalami nyeri kambuhan meskipun kadar kedua obat ini dalam darah mencukupi
•    Baklofen (Lioresal) dapat memberikan perbaikan pada beberapa pasien. Baklofen dapat diberikan tersendiri atau kombinasi dengan fenitoin atau karbamazepin. Dosis awal yang lazim adalah 5-10mg, tiga kali sehari, dengan peningkatan perlahan-lahan bila diperlukan, sampai 20mg empat kali sehari
•    Klonazepam. Beberapa laporan menunjukan bahwa obat ini efektif pada beberapa kasus, dengan dosis 0,5-1,0 mg per oral, 3 kali sehari.

2.    Terapi Non-Medis (
Tindakan operasi. Tindakan ini dilakukan bila semua upaya terapi farmakologis tidak berhasil. Tiga prosedur yang sering dipakai dalam pengobatan neuroglia trigeminus adalah :
1.    Rizotomi termal selektif radiofrekuensi pada ganglion atau radiks trigeminus yang dilakukan melalui kulit dengan anestesia lokal dosertai barbiturat kerja singkat. Efek samping tindakan ini adalah anestesia dolorosa. Tindakan untuk destruksi serabut-serabut nyeri dalam nervus trigeminus dapat dilakukan juga dengan bedah dingin (cryosurgery) dan inflasi balon dalam rongga meckel
2.    Injeksi gliserol ke dalam sisterna trigeminus (rongga meckel) dapat dilakukan perkutan. Tindakan ini dapat menyembuhkan nyeri dengan gangguan sensorik pada wajah yang minimal.
Bagi kebanyakan pasien, terutama yang lebih muda, kraniektomi suboksipital dengan bedah mikro untuk memperbaiki posisi pembuluh darah yang menekan radiks saraf trigeminus pada tempat masuknya di pons, lebih dapat diterima karena tidak menyebabkan defisit sensorik.
3.    Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan
Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri) dan teknik relaksasi.
8.    Komplikasi


C.    Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan neuralgia trigeminus
1.    Pengkajian
2.    Diagnosa keperawatan
3.    Perencanaan
4.    Pertimbangan pediatrik dan gerontik
D.    Kasus
1.    Contoh
2.    Analisis data
3.    Diagnosa keperawatan
4.    Perencanaan
5.    Implementasi
6.    Evaluasi

BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang, disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak.
Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya ’serangan’ nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone).Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut.
Obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila ada efek samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya.
Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine (Tegretol, Carbatrol), Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin, Phenytek), atau Oxcarbazepine (Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin (Neurontin). Pasien Trigeminal neuralgia yang tidak cocok dengan obat-obatan bisa memilih tindakan operasi.

ASKEP MENINGITIS (RADANG PADA MENINGEN)

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MENINGITIS

A.    Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

B.    Etiologi
1.    Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
2.    Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3.    Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita
4.    Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
5.    Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6.    Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan


C.    Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1.    Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2.    Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

C.    Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

D.    Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1.    Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2.    Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3.    Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a)    Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b)    Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c)    Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4.    Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5.    Kejang akibat area  fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6.    Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7.    Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata

E.    Pemeriksaan Diagnostik
1.    Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a)    Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b)    Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2.    Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3.    LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4.    Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
5.    Elektrolit darah : Abnormal .
6.    ESR/LED :  meningkat pada meningitis
7.    Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8.    MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9.    Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

F.    Komplikasi
1.    Hidrosefalus obstruktif
2.    MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3.    Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4.    SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5.    Efusi subdural
6.    Kejang
7.    Edema dan herniasi serebral
8.    Cerebral palsy
9.    Gangguan mental
10.    Gangguan belajar
11.    Attention deficit disorder
.
G.    Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
a)    Biodata klien
b)    Riwayat kesehatan yang lalu
(1)    Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
(2)    Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
(3)    Pernahkah operasi daerah kepala ?
c)    Riwayat kesehatan sekarang
(1)    Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
(2)    Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
(3)    Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
(4)    Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
(5)    Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.


(6)    Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
(7)    Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah,  menangis.
(8)    Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

2.    Diagnosa keperawatan
a)    Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen
b)    Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
c)    Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
d)    Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
e)    Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
f)    Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.



3.    Intervensi keperawatan
a)    Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
Mandiri
    Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
    Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
    Pantau suhu secara teratur
    Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
    Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas dalam
    Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )
Kolaborasi
    Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.

b)    Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
Mandiri
    Tirah baring dengan posisi kepala datar.
    Pantau status neurologis.
    Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
    Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
    Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
Kolaborasi.
    Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
    Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
    Pantau BGA.
    Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen

c)    Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.
Mandiri
    Pantau adanya kejang
    Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan
    Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.

d)    Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.
Mandiri.
    Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
    Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
    Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
    Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul
Kolaborasi
    Berikan anal getik, asetaminofen,  codein

e)    Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
    Kaji derajat imobilisasi pasien.
    Bantu latihan rentang gerak.
    Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
    Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
    Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.



f)    Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis
    Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.
    Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
    Observasi respons perilaku.
    Hilangkan suara bising yang berlebihan.
    Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
    Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
    Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.

g)    Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
    Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
    Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
    Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
    Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.
H.    Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1.    Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
2.    Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3.    Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4.    Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
5.    Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6.    Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7.    Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
DAFTAR PUSTAKA


1.    Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.

2.    Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

3.    Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

4.    Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.

5.    Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.

6.    Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.

ASKEP MYOCARDITIS

Posted by Unknown


TINJAUAN PUSTAKA
MYOCARDITIS

A. PENGERTIAN
Myocardium lapisan medial dinding jantung yang terdiri atas jaringan otot jantung yang sangat khusus (Brooker, 2001).
Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. pada umumnya disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi terhadap obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi (FKUI, 1999).
Myocarditis adalah peradangan dinding otot jantung yang disebabkan oleh infeksi atau penyebab lain sampai yang tidak diketahui (idiopatik) (Dorland, 2002).
Miokarditis adalah inflamasi fokal atau menyebar dari otot jantung (miokardium) (Doenges, 1999).
Dari pebgertian diatas dapat disimpulkan bahwa myocarditis adalah peradangan/inflamasi otot jantung oleh berbagai penyebab terutama agen-agen infeksi.


B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
1) Acute isolated myocarditis adalah miokarditis interstitial acute dengan etiologi tidak diketahui.
2) Bacterial myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
3) Chronic myocarditis adalah penyakit radang miokardial kronik.
4) Diphtheritic myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan oleh toksin bakteri yang dihasilkan pada difteri : lesi primer bersifat degeneratiff dan nekrotik dengan respons radang sekunder.
5) Fibras myocarditis adalah fibrosis fokal/difus mikardial yang disebabkan oleh peradangan kronik.
6) Giant cell myocarditis adalah subtype miokarditis akut terisolasi yang ditandai dengan adanya sel raksasa multinukleus dan sel-sel radang lain, termasuk limfosit, sel plasma dan makrofag dan oleh dilatasi ventikel, trombi mural, dan daerah nekrosis yang tersebar luas.
7) Hypersensitivity myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan reaksi alergi yang disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap berbagai obat, terutama sulfonamide, penicillin, dan metildopa.
8) Infection myocarditis adalah disebabkan oleh agen infeksius ; termasuk bakteri, virus, riketsia, protozoa, spirochaeta, dan fungus. Agen tersebut dapat merusak miokardium melalui infeksi langsung, produksi toksin, atau perantara respons immunologis.
9) Interstitial myocarditis adalah mikarditis yang mengenai jaringan ikat interstitial.
10) Parenchymatus myocarditis adalah miokarditis yang terutama mengenai substansi ototnya sendiri.
11) Protozoa myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh protozoa terutama terjadi pada penyakit Chagas dan toxoplasmosis.
12) Rheumatic myocarditis adalah gejala sisa yang umum pada demam reumatik.
13) Rickettsial myocarditis adalah mikarditis yang berhubungan dengan infeksi riketsia.
14) Toxic myocarditis adalah degenerasi dan necrosis fokal serabut miokardium yang disebabkan oleh obat, bahan kimia, bahan fisik, seperti radiasi hewan/toksin serangga atau bahan/keadaan lain yang menyebabkan trauma pada miokardium.
15) Tuberculosis myocarditis adalah peradangan granulumatosa miokardium pada tuberkulosa.
16) Viral myocarditis disebabkan oleh infeksi virus terutama oleh enterovirus ; paling sering terjadi pada bayi, wanita hamil, dan pada pasien dengan tanggap immune rendah (Dorland, 2002).

C. PATOFISIOLOGI
Kerusakan miokard oleh kuman-kuman infeksius dapat melalui tiga mekanisme dasar :
1) Invasi langsung ke miokard.
2) Proses immunologis terhadap miokard.
3) Mengeluarkan toksin yang merusak miokardium.
Proses miokarditis viral ada 2 tahap :
Fase akut berlangsung kira-kira satu minggu, dimana terjadi invasi virus ke miokard, replikasi virus dan lisis sel. Kemudian terbentuk neutralizing antibody dan virus akan dibersihkan atau dikurangi jumlahnya dengan bantuan makrofag dan natural killer cell (sel NK).
Pada fase berikutnya miokard diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan system immune akan diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibody terhadap miokard, akibat perubahan permukaan sel yang terpajan oleh virus. Fase ini berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan diikuti kerusakan miokard dari yang minimal sampai yang berat (FKUI, 1999).
D. GEJALA KLINIS
 Letih.
 Napas pendek.
 Detak jantung tidak teratur.
 Demam.
 Gejala-gejala lain karena gangguan yang mendasarinya (Griffith, 1994).
 Menggigil.
 Demam.
 Anoreksia.
 Nyeri dada.
 Dispnea dan disritmia.
 Tamponade ferikardial/kompresi (pada efusi perikardial) (DEPKES, 1993).

E. KOMPLIKASI
1) Kardiomiopati kongestif/dilated.
2) Payah jantung kongestif.
3) Efusi perikardial.
4) AV block total.
5) Trombi Kardiac (FKUI, 1999).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium : leukosit, LED, limfosit, LDH.
2) Elektrokardiografi.
3) Rontgen thorax.
4) Ekokardiografi.
5) Biopsi endomiokardial (FKUI, 1999).

G. PENATALAKSANAAN
1) Perawatan untuk tindakan observasi.
2) Tirah baring/pembatasan aktivitas.
3) Antibiotik atau kemoterapeutik.
4) Pengobatan sistemik supportif ditujukan pada penyakti infeksi sistemik (FKUI, 1999).
5) Antibiotik.
6) Obat kortison.
7) Jika berkembang menjadi gagal jantung kongestif : diuretik untuk mnegurangi retensi ciaran ; digitalis untuk merangsang detak jantung ; obat antibeku untuk mencegah pembentukan bekuan (Griffith, 1994).

MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien myocarditis (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
 Aktivitas / istirahat
Gejala : kelelahan, kelemahan.
Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas.
 Sirkulasi
Gejala : riwayat demam rematik, penyakit jantung congenital, bedah jantung, palpitasi, jatuh pingsan.
Tanda : takikardia, disritmia, perpindaha titik impuls maksimal, kardiomegali, frivtion rub, murmur, irama gallop (S3 dan S4), edema, DVJ, petekie, hemoragi splinter, nodus osler, lesi Janeway.
 Eleminasi
Gejala : riwayat penyakit ginjal/gagal ginjal ; penurunan frekuensi/jumlsh urine.
Tanda : urin pekat gelap.
 Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakkan menelan, berbaring.
Tanda : perilaku distraksi, misalnya gelisah.
 Pernapasan
Gejala : napas pendek ; napas pendek kronis memburuk pada malam hari (miokarditis).
Tanda : dispnea, DNP (dispnea nocturnal paroxismal) ; batuk, inspirasi mengi ; takipnea, krekels, dan ronkhi ; pernapasan dangkal.
 Keamanan
Gejala : riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis ; trauma dada ; penyakit keganasan/iradiasi thorakal ; dalam penanganan gigi ; pemeriksaan endoskopik terhadap sitem GI/GU), penurunan system immune, SLE atau penyakit kolagen lainnya.
Tanda : demam.
 Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : terapi intravena jangka panjang atau pengguanaan kateter indwelling atau penyalahgunaan obat parenteral.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi miokardium, efek-efek sistemik dari infeksi, iskemia jaringan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot miokard, penurunan curah jantung.
3. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan degenerasi otot jantung, penurunan/kontriksi fungsi ventrikel.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan/daya ingat, mis- intepretasi informasi, keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999).
1. Nyeri
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
 Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan awitan dan faktor pemberat atau penurun. Perhatikan petunjuk nonverbal dari ketidaknyamanan, misalnya ; berbaring dengan diam/gelisah, tegangan otot, menangis.
R : pada nyeri ini memburuk pada inspirasi dalam, gerakkan atau berbaring dan hilang dengan duduk tegak/membungkuk.
 Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi, gosokkan punggung, penggunaan kompres hangat/dingin, dukungan emosional.
R : tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional pasien.
 Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
R : mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
 Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (agen nonsteroid : aspirin, indocin ; antipiretik ; steroid).
R : dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi, menurunkan demam ; steroid diberikan untuk gejala yang lebih berat.
 kolaborasi pemberian oksigen suplemen sesuai indikasi.
R : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan beban kerja jantung.

2. Intoleransi aktivitas
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

Intervensi dan Implementasi :
 Kaji respons pasien terhadap aktivitas. Perhatikan adanya perubahan dan keluhan kelemahan, keletiahan, dan dispnea berkenaan dengan aktivitas.
R : miokarditis menyebabkan inflamasi dan kemungkinan kerusakan fungsi sel-sel miokardial.
 Pantau frekuensi/irama jantung, TD, dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah aktivitas dan selama diperlukan.
R : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan pulmonal. Penurunan TD, takikardia, disritmia, dan takipnea adalah indikatif dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.
 Pertahankan tirah baring selama periode demam dan sesuai indikasi.
R : meningkatkan resolusi inflamasi selama fase akut.
 Rencanakan perawatan dengan periode istirahat/tidur tanpa gangguan.
R : memberikan keseimbangan dalam kebutuhan dimana aktivitas bertumpu pada jantung.
 Bantu pasien dalam program latihan progresif bertahap sesegera mungkin untuk turun dari tempat tidur, mencatat respons tanda vital dan toleransi pasien pada peningkatan aktivitas.
R : saat inflamasi/kondisi dasar teratasi, pasien mungkin mampu melakukan aktivitas yang diinginkan, kecuali kerusakan miokard permanen/terjadi komplikasi.
 kolaborasi pemberian oksigen suplemen sesuai indikasi.
R : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan beban kerja jantung.

3. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
Tujuan : mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
Kriteria Hasil : - melaporkan/menunjukkan penurunan periode dispnea, angina, dan disritmia.
- memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil.
Intervensi dan Implementasi :
 Pantau frekuensi/irama jantung, TD, dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah aktivitas dan selama diperlukan.
R : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan pulmonal. Penurunan TD, takikardia, disritmia, dan takipnea adalah indikatif dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.
 Pertahankan tirah baring dalam posisi semi-Fowler.
R : menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan curah jantung.
 Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan jarak/muffled tonus jantung, murmur, gallop S3 dan S4.
R : memberikan deteksi dini dari terjadinya komplikasi misalnya : GJK, tamponade jantung.
 Berikan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi, gosokkan punggung, dan aktivitas hiburan dalam tolerransi jantung.
R : meningkatkan relaksasi dan mengarahkan kembali perhatian.

4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
Tujuan : menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
Kriteria hasil : - mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan.
- memperlihatan perubahan perilaku untuk mencegah komplikasi..
Intervensi dan Implementasi :
 Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
R : Perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit.
 Jelaskan efek inflamasi pada jantung, secara individual pada pasien. Ajarakkn untuk memperhatikan gejala sehubungan dengan komplikasi/berulangnya dan gejala yang dilaporkan dengan segera pada pemberi perawatan, contoh ; demam, peningkatan nyeri dada yang tak biasanya, peningkatan berat badan, peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
R : untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan sendiri, pasien perlu memahami penyebab khusus, pengobatan dan efek jangka panjang yang diharapkan dari kondisi inflamasi, sesuai dengan tanda/gejala yang menunjukan kekambuhan/komplikasi.

 Anjurkan pasien/orang terdekat tentang dosis, tujuan dan efek samping obat; kebutuhan diet ; pertimbangan khusus ; aktivitas yang diijinkan/dibatasi.
R : informasi perlu untuk meningkatkan perawatan diri, peningkatan keterlibatan pada program terapeutik, mencegah komplikasi.
 Kaji ulang perlunya antibiotic jangka panjang/terapy antimicrobial.
R : perawatan di rumah sakit lama/pemberian antibiotic IV/antimicrobial perlu sampai kultur darah negative/hasil darah lain menunjukkan tak ada infeksi.

D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Nyeri hilang atau terkontrol
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
4. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.


DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.
DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. EGC : Jakarta.
Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.
Griffith. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.
Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
www.winzulkim.blogspot.com
irwinsyah site's
Selamat Datang di Win Zul Kim blog, selamat surfing. terima kasih by irwinsyah azizul hakim

Anda Pengunjung Ke -

Blogger templates

" />

Asal Pengunjung

My Facebook

Win Zul Kim |Profil
silahkan klik 'like' diatas

secure link

irwinsyah network. Powered by Blogger.

- Copyright © irwinsyah azizul hakim -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -