Posted by : Unknown
Monday, September 24, 2012
SINDROM
KORONER AKUT
A. DEFINISI
Sindrom koroner
akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa
tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA
terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang
disertai elevasi segmen ST. Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi
ST. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner.
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang
biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan
pembuluh darah koroner yang terdiri dari infark miokard akut dengan gambaran
elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI),
infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan angina pektoris
tidak stabil (APTS). Penyakit ini timbul akibat tersumbatnya pembuluh darah
koroner yang melayani otot-otot jantung oleh atherosclerosis yang terbentuk
dari secara progresif dari masa kanak-kanak.
B. ETIOLOGI
1.
Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi
miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang
ada pada plak aterosklerosis yang rupture dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari
plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab
keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2.
Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik,
yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen
arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat adanya disfungsi
endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi
abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke
tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau trombus.
Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau
dengan stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).
4.
Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat
adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi,
yang mungkin menyebabkan
penyempitan arteri, destabilisasi
plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak
meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan
penipisan dan ruptur
plak, sehingga selanjutnya dapat
mengakibatkan SKA.
5.Faktor
atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang
merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada
pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri koroner yang
mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina
stabil yang kronik.
SKA jenis ini antara lain karena :
a)
Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosiso Berkurangnya aliran darah koroner,
b)
berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan
hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri
sendiri dan banyakterjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita
mempunyai lebihdari satu penyebab dan saling terkait.
C. `KLASIFIKASI
1. Angina
Pektoris Tidak Stabil
Angina
Pectoris atau disebut juga angin duduk adalah penyakit jantung iskemik
didefinisikan sebagai berkurangnya pasokan oksigen dan menurunnya aliran darah
ke dalam miokardium.
Gangguan
tersebut karena suplai oksigen yang turun (adanya aterosklerosis koroner atau
spasme arteria koroner) atau kebutuhan oksigen yang meningkat. Sebagai
manifestasi keadaan tersebut akan timbul Angina pektoris yang pada akhirnya
dapat berkembang menjadi infark miokard.
Angina
pektoris dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Angina
klasik (stabil)
Angina
klasik biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas fisik.
2. Angina
varian
Angina
varian biasa terjadi di pagi hari.
3. Angina tidak stabil
Angina
tidak stabil tidak dapat diprediksi waktu kejadiannya, dapat terjadi saat
istirahat dan bisa terjadi saat melakukan kegiatan fisik.
2. NSTEMI
(Non-ST Elevation Myocardial Infarction)
Pada
beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko tinggi untuk terjadinya
kemacetan pembuluh darah koroner, yang dapat menyebabkan kerusakan myocardium yang
lebih luas dan aritmia yang dapat menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya
kemacetan dapat terjadi pada beberapa jam pertama dan menghilang dalam seiring
dengan waktu.
3. STEMI(ST
Elevation Myocardial Infarction)
STEMI tejadi karena sumbatan yang komplit
pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan dapat menyebabkan
kerusakan myocardium yang lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi
untuk mengalami fibrilasi ventrikel atau takikardi yang dapat menyebakan
kematian. Bantuan medis harus segera dilakukan.
Berdasarkan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut
(SKA) menurut Braunwald (1993) adalah:
a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan
progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat
ringan, terjadi >2 kali per hari.
b.Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam
sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
D. PATOFISIOLOGI
Sindrom
Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi
kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner
yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid
dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque
disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan
(tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor
VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab
terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan
agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase
acute thrombosis. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T
limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta
trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap
destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi
prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit
sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan
peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut
(IMA) dan mempunyai nilai prognostic.
Jika
mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya
plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit
oksida (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap
dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok,
hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat
dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan
P450-monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang
poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui
pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding
pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah
terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan dekat
lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor
konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin
H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Nitrit
Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi
leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.
Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan
kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan
luasnya infark.
Disrupsi plak dapat
terjadi karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi
inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.
Adapun mulai terjadinya
sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni :
a. aktivitas/ latihan
fisik yang berlebihan (tak terkondisikan),
b.stress emosi,
terkejut,
c. udara dingin.
d. Keadaan-keadaan
tersebut berhubungan dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan
darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung
meningkat, dan aliran koroner juga meningkat.
Sehingga dari mekanisme
inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi.
E. TANDA
& GEJALA
1.
Angina
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada substernal atau prekordial yang bisa memancar kelengan kiri atau tulang belikat, leher dan rahang.
- Rasa nyeri setelah mengerahkan usaha fisik, meluapkan kegembiraan emosional, terpapar dingin atau makan dalam jumlah besar.
2. MI (myocardial infarction)
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang sangat terasa dan menetap ditengah dada dan berlangsung selama beberapa menit (biasanya lebih dari 15 menit)
- Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di punggung diantara tulang belikat
- Pening dan kemudian pingsan
- Berkeringat
- Mual
- Sesak napas
- Keresahan atau firasat terhadap malapetaka yang akan datang.
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada substernal atau prekordial yang bisa memancar kelengan kiri atau tulang belikat, leher dan rahang.
- Rasa nyeri setelah mengerahkan usaha fisik, meluapkan kegembiraan emosional, terpapar dingin atau makan dalam jumlah besar.
2. MI (myocardial infarction)
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang sangat terasa dan menetap ditengah dada dan berlangsung selama beberapa menit (biasanya lebih dari 15 menit)
- Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di punggung diantara tulang belikat
- Pening dan kemudian pingsan
- Berkeringat
- Mual
- Sesak napas
- Keresahan atau firasat terhadap malapetaka yang akan datang.
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan
perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan
menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan
mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membaik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membaik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen
ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T
pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST
pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan
resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan
gambaran dinding inferior
Tes Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga
protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah.
Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB
terdetekai setelah 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi
normal setelah 24 jam berikutnya.
LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark
miokard yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih
dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu.
Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi
penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama
Troponin T.
Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH
selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.
Troponin T & I protein merupakan tanda paling spesifik cedera
otot jantung, terutama Troponin T (TnT)
Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih
tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu.
Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari
pertama;
peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai
normal.
Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan
letak sumbatan pada arteri koroner.
Kateter dimasukkan melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari
angiografi koroner
Zat kontras yang terlihat melalui sinar X diinjeksikan melalui ujung
kateter pada aliran darah. Zat kontras itu pemeriksa dapat mempelajari aliran
darah yang melewati pembuluh darah dan jantung
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang
akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga
arteri tetap terbuka.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan SKA meliputi :
1.Pathogenesis SKA,
2.Cara mendiagnosa SKA yang terdiri dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi dan petanda
biokimia jantung,
3.Stratifikasi risiko terjadinya SKA sepdrti nyeri
dada, riwayat SKA sebelumnya, usia, jenis kelamin, diabetes dan lain-lain,
4.Terapi SKA beserta faktor risiko SKA.
Penatalaksaan SKA mengalami
perubahan yang sangat cepat seiring dengan banyaknya penelitian pada pasien
STEMI dan NSTEMI. Sehingga untuk memperoleh penatalaksanaan yang terkini
dibutuhkan suatu studi kepustakaan yang komprehensif
H. PERUMUSAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri
b/d Iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
2. Ansietas
b/d ancaman kehilangan atau kematian
Diagnosa
keperawatan 1
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 X 24 jam, diharapkan nyeri berkurang.
|
|
Kriteria hasil : - Menyatakan nyeri dada hilang atau
terkontrol
- Mendemontrasikan penggunaan
tekhnik relaksasi
- Menunjukkan
menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri
terhadap pasien termasuk lokasi, intensitas ( 0-10 ), lamanya, kualitas
(dangkal atau menyebar) dan penyebaran.
|
Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan
harus digambarkan oleh pasien. Bantu pasien untuk menilai nyeri dengan
membandingkannya dengan pengalaman lain.
|
Bantu melakukan teknik relaksasi
misalnya nafas dalam atau perlahan, perilaku distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi.
|
Membantu dalam penurunan persepsi
dalam penurunan persepsi atau respon nyeri, memberika kontrol situasi,
meningkatkan perilaku positif.
|
Diagnosa
keperawatan 2
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, diharapkan
ansietas berkurang.
|
|
Kriteria hasil : -
Mengenal perasaannya
-
Mengidentifikasi penyebab, faktor yang
mempengaruhi.
-
Menyatakan penurunan ansietas
-
Mendemontrasikan keterampilan pemecahan masalah
positif.
-
Mengidentifikasi sumber secara tepat.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji tanda verbal atau non verbal
kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan tindakan jika pasien menunjukan
perilaku merusak.
|
Pasien mungkin tidak menunjukkan
masalah secara langsung, tetapi kata – kata atau tindakan dapat menunjukkan
rasa agitasi, marah dan gelisah. Intervensi dapat membantu pasien
meningkatkan kontrol terhadap perilakunya sendiri.
|
Dorong pasien atau orang terdekat
untuk mengkomunikassikan dengan seseorang berbagi pertanyaan dan masalah.
|
Berbagi informasi membentuk dukungan
atau kenyamanan dan dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekawatiran yang
tidak di ekspresikan.
|
Dukung kenormalan proses kehilangan,
melibatkan waktu yang perlu untuk penyelesaian .
|
Dapat memberikan keyakinan bahwa
perasaan merupakan respon normal terhadap situsasi atau perubahan yang
diterima.
|
I. EVALUASI
Diagnosa
1 : - Menyatakan nyeri dada hilang atau
terkontrol
- Mendemontrasikan penggunaan tekhnik
relaksasi
-
Menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.
Diagnosa
2 : - Mengenal perasaannya
-
Mengidentifikasi penyebab, faktor yang
mempengaruhi.
-
Menyatakan penurunan ansietas
-
Mendemontrasikan keterampilan pemecahan
masalah positif.
-
Mengidentifikasi sumber secara tepat.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
www.winzulkim.blogspot.com